Follow Us @farahzu

Thursday, May 14, 2009

Trip To Skrip… (si)

Marunda
Entah kenapa akhir-akhir ini sedang ingin menulis mengenai perjalanan. Melulu perjalanan. Setelah beberapa minggu off nulis (ngetik/nge-blog), jadi ngerapel juga nih hari ini, mumpung libur.
Rabu lalu (May 6th, 2009) kusambut pagi dengan dag-dig-dug. Berbekal sms dari teman berisi rute bis dan angkot menuju Marunda, demi kebermanfaatan jangka panjang skripsiku (halllaaahh..). Bismillah.. padahal entah apa yang akan kulakukan setibanya di sana: mencari rumah pak RT-kah, mencari warung kah, atau mencari rumah si Pitung bahkan… belum jelas hingga kakiku melangkah menuju Damai menunggu bis jurusan Priuk. Ketika menunggu, alhamdulillah tekadku terbulatkan melalui pertemuan dengan seorang teman yang juga sedang menunggu bis. Kuceritakan ke-abstrak-an pikiranku menuju Marunda (dengan tanggapan, ‘Jauh bangeeettt’), mengenai bagaimana aku bisa menggali masalah-masalah yang dialami penduduk di sana. Bismillah, aku mencari rumah pak RT atau warung, mana sajalah yang kutemui lebih dulu!
Perkiraan waktu dari temanku yang menunjuki rute via sms itu tepat. Dalam 2 jam aku sampai akhir rute angkot dari Cilincing menuju Marunda Lama. Turun, aku berjalan,,, mencari pemukiman penduduk,, tengah hari bolong,, di kawasan industri yang debunya luar biasa. Masuk ke sebuah gang, berjalan lagi, hingga akhirnya yang lebih dulu kutemui adalah warung. Pas banget lagi haus, beli pop ice sambil ngobrol sama ibu-ibu di sana. Ngalor, ngidul, keluarga, profesi, sejarah Marunda, barulah terungkap bahwa yang kudatangi bukanlah Marunda yang bersejarah yang kumaksud. Ternyata aku sudah di Bulak Turi. Pantesan,,, menurut data yang kudapat, pencaharian sebagian masyarakat sana adalah nelayan.. tapi kata ibu-ibu itu kebanyakan karyawan… Hyaaahh,, akhirnya kubeli lah beberapa renteng pop ice sebagai balas jasa atas informasinya, lalu aku pamit. Menuju Marunda yang “sebenarnya”.
Kutelepon temanku, dia baru bilang kalau aku turun angkot terlalu jauh. Fiiuuhh,, habis aku tidak tahu harus turun di mana. Ya sudah, aku naik lagi angkot yang tadi, turun di rumah susun setelah STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran). FYI, panas sekali saat itu, sodara-sodarah!! Tapi berbekal tekad demi masa depan, BISMILLAH, kuarungi kembali udara-udara penuh debu polusi (lebaaii). Turun angkot, menurut informasi tukang martabak keliling, arah Marunda Pulo adalah lurus bukan belok ke arah rumah susun.
Aku sempat terpikir untuk mengubah subjek penelitianku menjadi warga rumah susun itu, tapi urung ketika beberapa langkah lagi sampai ke “gerbang” bambu bertuliskan “Welcome to Kampoeng Maroenda”, yang membuatku mempunyai kesan, “Di balik gerbang itu ada dunia lain!” dalam pikiranku ada sebuah cagar budaya, masyarakat asli dengan kehidupannya yang berbeda dari sekitarnya. Langsung kukeluarkan handphone, dan aku yang mulai bete kepanasan jadi bergairah kembali =D serasa sebentar lagi jadi turis.
Benar saja, baru 2 langkah memasuki ‘dunia itu’, aku langsung diterpa angin laut yang sangat segaaarrr… bebas polusi so pasti. Seketika itu juga aku jadi bergairah. Lupa panas dan penat yang dari tadi hinggap. Selamat datang skripsi!!
Gerbang itu disambung dengan jembatan di atas air sepanjang kurang lebih 10 meter dengan lebar 1 meter yang bisa dilewati motor. Di kanan dan kiri jembatan itu banyak kios-kios di atas air, bahkan ada rumah dengan bangunan seperti permanen (tembok), tapi di atas bambu-bambu di atas air! Aku takjub... Di perairan sekelilingnya, kutemui rumpun-rumpun bakau. Subhanallah,, aku baru pertama kali melihat bakau in front of my eyes!!
Berjalan terus lurus, di depan aku melihat ada rumah panggung besar bercat merah kecoklatan (atau coklat kemerahan?). Kutanya seorang adik kecil di sana, “De, ini ‘rumah si Pitung’ itu ya?” “Iya mbak, masuknya dari belakang”. Hwaaa,,, aku benar-benar merasa jadi turis! Langsung asik foto-foto deh ^^.
Aku terus berjalan, menyusuri rumah-rumah penduduk yang sangat sederhana… eh, ada juga yang lumayan bagus kok. Hingga menemukan sebuah –lagi-lagi— warung yang cukup lengkap sepertinya, trus beli roti, trus ngobrooollll… nah, ini dia ternyata, The Real Marunda! Mayoritas penduduknya nelayan ‘yang tiap hari dapat duit’ dari hasil melaut, yang berimbas pada kesadaran pendidikan yang belum tinggi. Kok bisa? Ya, karena tiap hari mereka selalu mendapat uang segar, mereka tidak biasa mengatur keuangan seperti halnya karyawan yang digaji hanya sebulan sekali; ‘gimana caranya biar nih duit cukup buat idup keluarga sebulan’. Itu juga sebabnya mengapa –ternyata— gaya hidup mereka konsumtif. Juga, karena tidak terbiasa mengatur keuangan, tidak biasa menabung, akhirnya sulit menyekolahkan anak-anak mereka ke tingkat yang lebih tinggi. Apalagi Marunda Pulo jauh dari mana-mana, jadi meskipun biaya sekolah gratis, ongkos kan tidak gratis… gittuuhh… Tapi itu hanya sekelumit dari isi perbincanganku dengan ibu-ibu pemilik warung di sana.
Setelah kurasa cukup, aku pamit dan kembali ‘berwisata’. Ah, aku belum ke masjid Al-Alam, yang konon katanya masjid itu tidak pernah dibangun, tapi dengan ajaib bisa ada. Dan katanya sih si Pitung pernah shalat di sana (pertanyaanku, terus kenapa?). Lagi-lagi, aku menyusuri pinggir laut utara Jawa, menikmati hembusan anginnya yang menyenangkan, menuju Masjid Al-Alam. Aku menyusuri jalan setapak, tampak masih baru diaspal, langsung berbatasan dengan perairan (yang ternyata empang, bukan laut!! Gede banget abisnya, kirain nyambung ama Laut Jawa) yang sepertinya berair payau, masih dengan sedikit bakau-bakau. Konon katanya, di sana banyak hutan bakau yang lebaaattt… tapi sekarang tinggal sedikit tersisa, sayang.
Jalan yang kulewati tidak lebar, kira-kira 1,5 meter saja, tapi panjang. Di kanan air, kirinya dibatasi oleh pagar seng sepanjang jalan itu. Di sepanjang jalan, aku melihat sesuatu yang menurutku agak ganjil. Beberapa orang menyandarkan sepedanya ke pagar seng tersebut, lalu berdiri di atas sepeda yang tersandar itu, menghadap kedalam pagar (lihat orang-orang di belakangku ). Penasaran, kuangkat tinggi-tinggi handphone-ku hingga lebih tinggi dari pagar seng, lalu kupotret dalamnya pagar seng itu. Yang kudapat, hanya gambar sampah-sampah mengambang di air. Tak puas, aku menemukan sebuah lubang di pagar seng itu. Aku pun mengintip.
O,ow,, ternyata di dalamnya adalah empang juga!! Dan orang-orang itu sedang memancing!! Bayangkan… betapa pegalnya (lhoh?). menurut informasi yang kudapat dari seorang bapak-bapak yang melintas dan memang berniat melakukan hal yang sama (memancing dari atas sepeda, wew), memang banyak orang yang suka memancing di sana, meskipun ‘terlihat’ ilegal dan ngumpet-ngumpet.
Tapi sayang,, karena waktu tak mengizinkan dan kulihat masjid Al-Alam masih jauh di sana (meski atapnya merah sudah terlihat), aku mengurungkan niat untuk mengunjunginya. Sudah sore. Akupun memutar haluan kakiku untuk pulang. Berat meninggalkan kesenangan berada di sana, namun, ‘ah, masih banyak waktu besok-besok’ kupikir. Kalau jadi penelitian di Marunda kan akan sering ke sana berarti.
Lalu aku bertemu dengan adik temanku yang menunjuki jalan ke Marunda itu. Temanku itu ikhwan, adiknya akhwat, masih SMA. Tapi ya Allah, rasanya aku melihat ikhwan itu memakai jilbab =D saking miripnya kakak-beradik itu. Ada yang tau siapa?
Satu hal yang membuatku tak habis pikir. Sepanjang jalan yang kulalui adalah kawasan industri, banyak pabrik-pabrik, jalanan aspal yang debunya ‘dinaikdaunkan’ oleh truk-truk besar penuh muatan. Luar biasa polusinya. Hingga ke terminal Tj. Priuk. Tapi kuperhatikan, sepanjang jalan, hanya aku yang menutup hidung atau wajah dengan tissue. Sensory adaptation yang menyedihkan… bahkan aku baru bebas bernapas dan melepas hidung dan wajah dari penutup apapun setelah duduk di patas AC yang membawaku kembali ke dunia nyata: Depok perjuangan.
Alhamdulillah..
Bekasi tercinta, May 10th 2009

7 comments:

  1. Wuih..
    Perjalanan yang mengasyikkan sepertinya..
    Sering2 nulis kyk gini ya fars..
    JKFS..

    ReplyDelete
  2. tapi saya kalo cerita kok selalu kepanjangan ya ka 'ims??

    ReplyDelete
  3. Wajarlah, soalnya fars akhwat..

    wkwkwk..

    ReplyDelete
  4. Skrip...(si).. Apaan tuh?
    Kok perasaan jadi ga enak ya..

    ReplyDelete
  5. @ka ims: dasar...stereotip yg mmg sy akui.hehe..
    @irsyad: iya emang.lulus bareng gw aja yuks =D

    ReplyDelete
  6. @ka ims: dasar...stereotip yg mmg sy akui.hehe..
    @irsyad: iya emang.lulus bareng gw aja yuks =D

    ReplyDelete