Follow Us @farahzu

Monday, July 11, 2011

Ini - Itu, Keterbatasan Kata Kita

10:17 AM 6 Comments
‘Kalau yang itu, sudah di-ini-in?’
Entah mungkin baru akhir-akhir ini aku menyadari tentang begitu banyaknya orang yang memakai kata ‘ini’ dan ‘itu’ untuk menggantikan sebuah kata yang dimaksudnya. Ininya, apa tuh namanya, diituin.. haha.. suka lucu dengernya.
Untuk pertanyaan seperti di atas, aku jawab saja, ‘iya, itunya sudah di-ini-in’. Kalau sudah begitu, baru deh lawan bicara saya sadar dan menertawakan pertanyaannya sendiri.
Dulu waktu masih kuliah semester 1 (inget banget masih diospek pake jaket kuning tiap hari), di mata kuliah filsafat umum kalau tidak salah, saya disadarkan oleh dosen saya. Waktu itu kami sedang berdiskusi di kelas. Ketika saya merasa kesulitan menemukan kata-kata yang pas untuk menjelaskan maksud saya, saya mengatakan, “Ya gitu deh...”. Dosen saya bertanya, “Gitu deh-nya tuh apa?”, saya nyengir dan kembali menjawab, “Ya gitu deh Mas”, lalu melanjutkan dalam hati, ‘Masak ga ngerti sih?’ Tapi dosen saya itu bertanya yang sama lagi, “Ya gitu deh tuh apa maksudnya?”. Baru deh saya mulai merangkai kembali kata-kata, dan merampungkan penjelasan dengan kata-kata yang seharusnya. Berhasil! :D
Kata senior saya, “Iya, karena persepsi orang belum tentu sama lho...” Saya, “Oooo....” Iya juga sih... padahal saya biasa menggunakan ‘Ya gitu deh’ kalau menjelaskan sejak dulu. Berpikir semua orang paham maksud saya sebelum saya jelaskan. *bagaimana bisa??!
Banyak yang beralasan, lawan bicara kita kan sudah paham maksud kita. Masa sih? Belum tentu lho. Walaupun kita berbicara konteks yang sama, bisa saja persepsi kita dengan lawan bicara kita berbeda.
Terang saja, latar belakang kita berbeda, pengalaman-pengalaman kita berbeda, buku-buku dan berita yang kita baca berbeda, sifat kita berbeda, dan cara pandang kita terhadap sesuatu juga berbeda-beda. Memakai asumsi lawan bicara kita paham, hhmm,,, ya,, mungkin bisa tepat, tapi sangat mungkin juga meleset. Karena, salah persepsi.
Kedua (mana pertamanya?), kebiasaan menyederhanakan kata-kata hanya dalam kata ‘ini’ dan kata ‘itu’, dapat membuat kosa kata yang kita miliki jadi berkurang keaktifannya lho karena jarang digunakan... Kalau ditambah dengan serbuan kosa kata asing dan bahasa gaul, bisa tambah parah lah...
*Semangat berbahasa yang benar!*

Friday, July 8, 2011

Kursi Lipat

2:24 PM 18 Comments
*Curhat anker (anak kereta)*

Bete deh sama para pengguna kursi lipat di KRL. Baik express (waktu masih ada), commuter, ekonomi...
Sungguh bikin sempit, karena jelas-jelas mengurangi space untuk penumpang yang berdiri. Menghalangi orang lewat juga. Ckckckck.. pernah di suatu pagi, saya naik KRL di gerbong khusus wanita. Tapi di samping dan belakang saya ada laki-laki, sekitar 7 orang jumlahnya. 
Wajar ketika petugas kereta mempersilahkan bapak-bapak itu masuk dulu ke gerbong wanita karena terbatasnya waktu, dengan asumsi seharusnya mereka bisa bergeser ke gerbong depan walaupun kereta sudah jalan dan pintu sudah tertutup. Tapi tidak. Mereka tetap di gerbong itu sampai perjalanan hampir usai karena tidak bisa lewat. Bukan karena terlalu penuh orangnya. Melainkan karena banyak sekali pengguna kursi lipat di situ.
Penggunanya, tidak semua sudah tua. Bahkan seumur dengan saya atau lebih muda dari saya, yang notabene masih kuat berdiri *pegal-pegal dikit gapapa lah, toh masih muda.
Selain itu, kalaupun penggunanya orang-orang yang telah berumur, ini kan menunjukkan betapa empati orang-orang di sini sudah sangat menipis. Tidak peduli ada orang tua di depannya, orang yang sakit sampai pucat, bahkan ibu hamil, masih ada juga yang membiarkannya berdiri sambil pura-pura tidur (kecuali kalau sudah ditegur petugas). Masalahnya sekarang jumlah ibu hamil yang naik kereta jauh lebih banyak dari bangku prioritas yang tersedia di setiap gerbong. Hhhff...
Seorang bumil pernah bercerita pada saya. Dia dibiarkan berdiri oleh bapak-bapak di depannya yang duduk. Dia hanya mengelus perutnya dan berbisik pada anaknya, “Kuat ya Dek”. Sampai akhirnya datang lah petugas memeriksa tiket. Mendapati ibu itu berdiri, ia menegur bapak-bapak tadi. Barulah si bapak mempersilahkan ibu itu duduk. Si ibu yang gengsi, bilang, “Ga papa, silahkan Bapak saja”, sambil meneruskan dalam hati, “mungkin Bapak yang pengapuran..”
Yang saya sayangkan pada ibu itu, ‘kenapa cuma dalam hati Buuuuu....?!’ -___________-‘’
Sebenarnya sudah dilarang, tapi untuk tingkat kesadaran yang masih sangat tidak merata, gambar larangan di dinding-dinding gerbong dan suara petugas dari speaker kereta, a tidak mempan. Bahkan semakin menjamur. 
Kesempatan sering mampir pada saya untuk turut menikmati kursi lipat itu. Berkali-kali disarankan untuk memakai saja kursi yang dibawa seseorang, karena orang itu sudah dapat duduk. Katanya, ‘sayang kalau ga dipake, udah dibawa’ =__=’’. Tadi pagi saja, sudah ada 2 orang yang menawarkannya pada saya. Alhamdulillah masih kuat dan sedang sehat untuk berdiri. Malu juga sama diri.
Ya Allaah.. semoga aku istiqamah.

Friday, July 1, 2011

Manusia... Suka Belibet... -_-‘

11:49 AM 10 Comments
Putri, “Ibund, pakai AC kan supaya dingin. Sudah dingin, kenapa mesti pakai selimut tebal lagi? Kenapa tidak dimatikan saja AC-nya?”
Ibund, nyengir...
Tibalah saatnya rezeki datang untuk Putri, kamarnya juga dipasang AC. Tak luput ia sertakan bed cover bunga-bunga, tebal dan hangat. Supaya tak dingin dipijak, sebagian lantai dilengkapinya dengan karpet bongkar-pasang warna-warni.
Ibund, “Puut, karpetmu tuh bikin repot deh (kalo lagi disapu/dipel). Ga usah pake karpet itu lah..”
Putri, “Kalau gak pake dingin, Ibund..”
Ibund, “Ya gak usah pake AC kalo gitu”
Putri, “..............................”, lalu seperti Ibundnya dulu, nyengir. :D
Sebenarnya Putri menemukan sebuah kenikmatan baru dari semua yang dia lakukan itu: Justru nikmatnya ada pada hangat dalam kedinginan sekitarnya.
Seperti kita, yang terlebih merasakan nikmatnya hembusan angin dalam kegerahan dan keringat.
Nikmatnya makan juga saat lapar, terlebih saat sangat lapar, daripada saat kita kenyang.
Pun baru merasakan nikmatnya kelapangan, setelah dilanda kesempitan.
Baru mensyukuri sehat, setelah merasakan sakit. *telaaaattt!
Seperti pelangi ya Putri, datangnya setelah hujan...
*Putri, “Tapi hujan dan pelangi sama-sama menyenangkan kok...”
Allah memang paling tau..
Makanya kita tidak boleh sok tau.. Apalagi sampai menyalahkan takdir Allah. Atau merutuki nasib.
Termasuk juga berputus asa. Tidak boleh!
“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Al-Baqarah: 216, lagi-lagi ayat ini... co cwiitt..

*Putri, “Dasar ya manusia, suka belibet deh.” >.<