Follow Us @farahzu

Friday, December 28, 2012

berbaik sangka selalu, kawanku yang baik hati

8:30 PM 0 Comments


Kita tuh, beneran deh, harus istiqomah belajar berprasangka baik sama Allah. Karena cuman Allah yang paling tau jalan terbaik buat kita.

Kenapa tiba-tiba nulis begini, karena malam ini saya ditelpon sama sahabat saya di Jakarta, temen kerja di kantor. Obrolan kami seruuuuuu banget. Pokoknya kami cucok dan deket banget deh, saling melengkapi dan juga saling kehilangan ketika berpisah.

Padahal, kalau mau ditilik dengan tanpa teliti pun, kami itu dua orang yang sangat berbedaaaaaa banget. Dari kebiasaan, hobi, cara kerja, apalagi kepribadian, dan apalagi, cara berpikir. 100% beda. Awalnya. Hehe.. Bahkan waktu pertama dikenalin dan ‘dipasangakan’ untuk kerja bareng, aku mikir kayaknya susah deh buat nyambung ama gue… Tapi ternyata kami yang udah kayak kutub utara dan selatan ini, jadi klop banget.

Sepeninggal saya (hayah bahasamu nduk), dia punya teman baru. Yang setipe. Persis. Tapi anehnya, malah karena sama banget itulah mereka belum bisa klop sampai sekarang. Contoh: yang satu cuek, yang lain sama cuek juga. Yaiyalah.

Nah kan, inget ini:

Sering melenguh mengeluh itu tandanyaaaaa kita masih sotoy ama kehendak dan skenario terbaik Allah. Padahal, katanya semua yang Allah kasih untuk kita adalah yang terbaik… jadi, tersenyumlah dengan apapun yang kita terima, dan bersyukurlah. Lalu bersabarlah.

*maaaaaak jangan lupa cuci muka tiap siang yaaaaah!

Thursday, December 20, 2012

Manajemen Teller – Jangan Ribet Sama Jodoh!

8:44 AM 15 Comments


(Ditulis karena banyak yang minta ceritanya, *geer)

-Oktober, 2010-  
Saya baru lulus ketika itu, masih ‘ngasong’. Suatu hari ngasong ngawas ujian CPNS di BKPM, Jl. MT. Haryono. Ternyata hampir semua yang ikut satu almamater dengan saya, terutama angkatan 2004 dan 2005.

Di ruang pengawas, kami ramai bercengkrama dengan teman-teman. Tersebutlah seorang kakak kelas saya yang baru lulus program MDP/MT (management trainee) sebuah bank syariah. Kawan-kawannya banyak memberikan selamat. Tanpa sengaja, saya ada di sebelahnya, mengobrol dengan kawan saya yang lain. Iseng-iseng, saya yang sedang nyari kerja saat itu bertanya pada sang senior, “Kak, kalau masukin lamaran ke bank di deket rumah, kira-kira jadi apa ya?” Ehm. Tau gak, dengan super belagu bin nyebelinnya, senior jawab, “Tauk, manajemen teller kali”. Ngek! Dan senior tak menggubris, asik lagi dengan kawan-kawannya. Saya terang aja gondok, baru gitu aja sombong. Huh!

-September 2011-
Terus terang saya ketawa puasss waktu tiba-tiba nama senior itu masuk ke HP saya melalui sms teman, mau ta’aruf. Wwaakwaaww! Kualaaaat >.< ke gue-gue juga datengnya. Hahahaa..

-29 September 2012-
Dan akhirnya senior berhasil mendapatkan saya sebagai istrinya. *hihihihihihi, bahasa gw bikin males*
Well, kami sebenarnya se-almamater di SMP 1 Bekasi, SMA 1 Bekasi, dan Psikologi UI. Tapi baru kenal di kampus *ke mane ajeee*. Selama di kampus kami sering terlibat kegiatan bareng, di kampus, maupun di forum alumni SMA (hay FADHIL-kuh!), tapi, suwer deh, ga ada kesan sama sekali tentang senior satu ini. Bahkan pertemuan terakhir setahun sebelum ta’aruf pun, dia tampil sangat menyebalkan buat saya. Haha.. Makanya pas nama doi sampai ke saya, terus terang aja saya blank tentang beliau.

Lalu proses pun dimulai, tuker CV lewat, trus doi pulang dari Makassar ke Bekasi buat ta’aruf di rumah murobi saya. Lalu 2 bulan kemudian beliau datang ke rumah, lalu bulan depannya lamaran, daaaaan mengalir begitu saja. 

Sekali lagi, begitu saja. Tanpa banyak mikir dari saya dan tanpa banyak galau. Mikir di awal, ga ada yang ngeberatin, trus istikharah sekali aja (plis ya, ga ada dalil yang nyuruh istikharah berulang-ulang sampe mantep). Trus keluarga okei, ya lanjut ajah, ga nunggu naksir dulu. Intinya gw mu nikah!

Prinsip saya sih, yang penting seniornya oke sama saya. Haha, gak deng, prinsip saya, kalau kelak kami jadi menikah, berarti memang beliaulah jodoh saya yang telah Allah tentukan. Kalau bukan jodoh saya, Allah pasti kasih jalan buat saya ga jadi nikah sama doi. Alhamdulillah taqdirnya kami berjodoh. Hehe..

Gini ya kawan, kita sering kali ribet dengan calon jodoh kita, mau yang begini, begitu, mau yang mirip ayah/ibu kita, sedangkan calon yang udah ada tuh ga begini, ga begitu, beda banget sama keinginan kita… Padahal yah, kalau Allah udah bilang jadi, ya jadi. Kun fa Yakun. Ga mungkin ngga, hanya karena pilihan kita. Toh kita ga akan milih juga kalau Allah ga ngizinin. Tugas kita mah hanya perbaiki diri, dan janjinya Allah pasti, laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik, dan sebaliknya. Pasti. Ya ga?

Jujur aja, saya dulu kepengen punya suami yang kayak ayah saya. Kata ibu saya itu ga boleh, nanti jatuhnya kita ga habis-habis membandingkan, akhirnya malah ga bersyukur.

Pada akhirnya, hey farah, Allah ga akan khilaf bikin jodoh kamu tertukar sama punya orang.

Okei. Kupikir, kalo aku menikah dengan seseorang, pasti itu yang terbaik buat aku. Mirip ayah atau ngga. Lalu aku ikhlas.

Daaaaaaaannn setelah kuikhlaskan itu, eng ing eeeeng… subhanallaah, ternyata malah dikasih sama Allah! Mirip banget sifatnya sama ayah seperti yang aku pengen dari dulu. Yaa ga persis sih,, tapi mirip. *ihhhiiiiiyy!!

Ternyata Allah hanya ingin bikin aku belajar ikhlas dengan ketentuan-Nya. Indah ya? ;)

Baca Juga: Men are From Mars, Women are From Venus

Yogyakarta dan Militer

7:47 AM 2 Comments
http://revolusi-batin.blogspot.com/2011/08/niat-murni.html



Berawal dari baca tulisan sahabat saya di note fesbuk, yang nama depannya fil dan belakangnya zah, saya jadi mikir. Pemikiran ‘isengnya’ Filzah itu khayalan tentang membangun basis kekuatan Indonesia berbasis potensi daerah. Salah satunya, membangun pusat militer Angkatan Darat di DI Yogyakarta.

Beberapa kali saya ke Jogja, saya kok menemukan karakter masyarakat sana yang haluuuuuss lembuuuutt sabaaaaaaar mengalaaaaaaah dan membantu orang lain dengan totalitas. Jadi dengan sotoynya saya menyimpulkan demikian, saya jadi merasa kurang cucok aja gitu kalau Yogyakarta jadi pusat militer AD. Komen saya di note-nya, mungkin Yogyakarta lebih cocok jadi pusat budaya. *secara saya anak psikologi jadi yang kepikiran ya karakter masyarakat Yogyakarta-nya yang menurut saya gak match sama militer.

Di satu sisi si empunya note bilang setuju sama pendapat saya, lalu dia menjelaskan. Bahwa beliau hanya melihat bagaimana kuatnya pertahanan darat Jogja sejak zaman Majapahit dan Mataram dulu. Jegeeeerrr!! Psikologi sih psikologi… tapi masak saya kok ga kepikiran tentang sejarah ya? Hah, payah.

Berikutnya saya jadi tergelitik tentang bagaimana hubungan karakter orang Jogja yang lembut dan murah hati itu dengan kuatnya pertahanan darat mereka. Kalau selayang pandang pikir saya sih ga nyambung. Tapi kenyataannya begitu kok? Mu apah? Hhmm hhhmmm… mungkin dari sifat kesetiaan mereka pada pemimpin kali ya.. Ya, bisa jadi, tapi kayaknya ga hanya itu deh. Apa hayoooo? *bantuin dong