Follow Us @farahzu

Sunday, July 1, 2018

Sunnah Sedirham Surga (Book Review)

sunnah sedirham surga
dok: pribadi

Judul: Sunnah Sedirham Surga
Penulis: Salim A. Fillah
Jumlah Halaman: 268 Halaman
Penerbit: Pro-U Media
Tahun 2017


Buku ini bukan mengangkat sebuah tema sebagaimana buku-buku penulis biasanya. Buku ini tersusun dari cerita-cerita ringan yang bisa kita ambil banyak ibrahnya. Yang pertama, tentang semangat menuntut ilmu, terutama ilmu agama. Menariknya, bukan kata-kata motivasi yang diberikan pada pembaca, melainkan hanya cerita. Cerita tentang para penuntut ilmu di zaman dahulu hingga kini.

Tentang Adab
Imam Syafi’i berkata, menuntut ilmu adab sebaiknya didahulukan daripada mempelajari ilmu itu sendiri. Karena dengan menguasai adab, kita akan mendapatkan berkah dari ilmu yang kita pelajari kemudian dari para guru. Bila kita mempelajari ilmu tanpa memperhatikan adab, apalagi sampai guru kita tidak ridha, bisa jadi ilmu yang kita peroleh tidak berkah, tidak sampai kebaikannya pada kita, maksimal hanya sampai pada tataran kognisi, kita hafal tanpa ejawantahkan. Demikian kurang lebih.

Menyikapi perbedaan demi persatuan ummat
Para ulama fiqh sudah banyak berbeda pendapat tentang banyak hal, terutama dalam hal ibadah. Bedanya, perbedaan di antara mereka (yang tentunya lebih paham daripada kita) tidak membuat para ulama tersebut berseberangan, namun mereka tetap saling menghormati. Sangat menghormati bahkan. Contoh terdekat ke zaman kita adalah ketika KH Idham Cholid tidak berqunut ketika tahu ada Buya Hamka menjadi makmumnya dalam kapal yang mengangkut mereka berhaji, sementara Buya Hamka justru berqunut karena tahu KH Idham Cholid ada di belakang menjadi makmumnya.

Sebagaimana yang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tulis, 
“Para Imam seperti Imam Ahmad dan Imam Syafi’i menganggap sunnah apabila seorang imam meninggalkan hal-hal yang menurutnya lebih utama, jika hal itu dapat menyatukan makmum.”
Betapa indahnya. Betapa bijaknya. 

Sedih sekali di zaman ini banyak di antara umat Islam yang begitu mudah menyalahkan dan membid’ahkan saudara-saudara yang berbeda pendapat, berbeda dalam mengambil sumber dalil, apalagi banyak yang dipermasalahkan hanyalah hal-hal yang furu’ (cabang); yang hanya membuat perpecahan dari cibiran dan sakitnya hati yang direndahsalahkan.
Padahal menurut KH Hasyim Asy’ari ketika ditanya mana yang lebih shahih, apakah memanggil orang shalat dengan kentongan dan bedug setelah/sebelum azan bid’ah atau tidak, beliau menjawab, “Kalau ulama sudah berpendapat, ummat ringan beramal. Boleh mengamalkan pendapat saya ataupun mengamalkan pendapat ulama yang lain.”

Allah merahmati orang yang menghindari perdebatan. Pikirkanlah, 
“Pendapat kita memang benar, tapi boleh jadi mengandung kesalahan. Pendapat orang memang salah, tapi boleh jadi ia mengandung kebenaran.”
Jadi ya sudahlah, kita bersatu saja. Kemungkaran saja bersatu, masak kita berpecah?

Baca Juga: Manajemen Waktu Ala Kamu

No comments:

Post a Comment